Juara 1 Pidato Bhs. Indonesia, Juara 3 Bola Voly mini dan juara harapan 2 Tartil

Keikutsertaan Lomba dan Partisipasi dalam kegiatan Memperingati Hari Ulang Tahun RI yang Ke 73.

Pembina dan Pelatih

Foto bersama dengan Bpk/Ibu Guru Pembina dan Pelatih Setelah acara selesai.

Drum Band MI Muhammadiyah 3 Ngunut

personil Drum band MI Muhammadiyah 3 Ngunut yang ikut serta dalam acara pawai ta'aruf di Lembah Babadan Ponorogo

Foto Bersama Bpk/Ibu Guru dan Siswa Kelas 2 dan 3 MI Muhammadiyah 3 Ngunut

Foto bersama dalam acara Out Bound Tahunan yang di selenggarakan di Agro Wisata Amanah Karanganyar Jawa Tengah Tahun 2019

Juara UMUM Kemah Ceria Pandu Athfal yang ke - 8

MI Muhammadiyah 3 Ngunut Menjadi Juara Umum di Acara Kemah Ceria Pandu Athfal yang bertempat di lapangan Palalangan Jenangan Ponorogo pada tahun 2018

Sabtu, 20 Juli 2019

Tari Jathil



           Penampilan dari anak didik MI Muhammadiyah 3 Ngunut. Exstra Tari di MI Muhammadiyah 3 ngunut yang sekarang bisa din katan berkembang dan berhasil dalam mengantarkan anak didik nya menjadi seseorang penari yang membanggakan keluarga besar MIM 3 ngunut.

Sejarah Dari Tari Jathil ( dikutip dari TIMINDONESIAEXPLORE )

Jathilan dikenal sebagai tarian paling tua di Jawa, dikenal juga dengan nama Jaran Kepang.  Tarian ini mempertontonkan kegagahan seorang prajurit di medan perang dengan menunggang kuda sambil menghunus sebuah pedang. Penari menggunakan kuda tiruan yang terbuat dari anyaman bambu atau kulit binatang yang disebut dengan Kuda Kepang, diiringi alat musik gendang, bonang, saron, kempul, slompret dan ketipung.
Tarian ini pertunjukkan oleh penari yang menggunakan seragam prajurit dan yang lainnya menggunakan topeng dengan tokoh-tokoh yang beragam, ada Gondoruwo (setan) atau Barongan (singa). Mereka mengganggu para prajurit yang berangkat ke medan perang. Selain di Yogyakarta, Jathilan juga berkembang di wilayah lain seperti, Jawa Timur, Jawa Tengah, meski masing-masing menampilkan versi yang berbeda. Lakon yang dimainkan umumnya sama, seperti Panji, Ario Penangsang atau gambaran kehidupan prajurit pada masa kerajaan Majapahit.
Kostum lainnya berupa seragam celana sebatas lutut, kain batik bawahan, kemeja atau kaus lengan panjang, setagen, ikat pinggang bergesper, selempang bahu (srempeng), selendang pinggang (sampur) dan kain ikat kepala (udheng) dan hiasan telinga (sumping). Para penari berdandan mencolok dan mengenakan kacamata hitam.
Masyarakat lebih mengenal tarian ini sebagai sebuah tarian yang identik dengan unsur magis dan kesurupan. Pada tarian aslinya, para penari Jathilan menari secara terus-menerus sambil berputar-putar hingga salah satu dari mereka mengalami trance atau semacam kesurupan. Penari ini akan meraih apa saja yang ada di depannya, termasuk pecahan kaca, memakan rumput, mengupas kelapa dengan gigi dan adegan-adegan yang kelihatan tidak masuk akal lainnya. Penari mengunyah kaca seperti kudapan yang enak dan nikmat. Bagi sebagian penonton, adegan trance ini yang menjadi tontonan mengasyikkan. [TimIndonesiaExploride/IndonesiaKaya]

Kamis, 18 Juli 2019

MI Muhammadiyah 3 Ngunut @2019. Diberdayakan oleh Blogger.

LATEST POSTS